Rabu, 12 Januari 2011

Kebebasan Jurnalistik di Balik Kasus Wikileaks

wikileaksKasus wikileaks yang baru-baru ini menjadi pemberiaan hangat di berbagai media massa dunia setidaknya telah membuktikan bahwa sistem keamanan militer negara adidaya sekelas Amerika Serikat bisa dijebol dengan mudah. Dialah Julian Assange yang telah berhasil mengumpulkan informasi-informasi tersebut secara rapi menggunakan media situs web. Julian Assange adalah seorang berkewarganegaraan Australia yang berusaha mempublikasikan informasi rahasia dunia melalui wikileaks.org.Ia dibantu oleh teman-teman lainnya membangun situs tersebut, dimana ia menjadi direktur.

Negara Amerika Serikat yang menganut sistem kebebasan jurnalistik sangat kerepotan saat menghadapi kebocoran informasi tersebut di dunia maya.Salah satunya yaitu kebocoran tentang jumlah korban perang AS-Irak yang berlangsung dari tahun 2004-2009. Situs tersebut mengatakan bahwa korban perang AS-Irak berjumlah 109.032, terdiri atas 66.081 warga sipil, 23. 984 musuh yang dicap sebagai pemberontak, 15. 196 pasukan pemerintah Irak, dan 3.771 pasukan koalisi. Sebanyak 31 warga sipil meninggal setiap hari selama periode 6 tahun. Sementara itu, catatan perang Afganistan yang dirilis oleh Wikileaks, pada periode yang sama, jumlah kematian sekitar 20.000 orang. Tercatat 5 kematian perhari selama 6 tahun masa pendudukan AS di sana. Selain itu, situs tersebut juga memberikan informasi tentang beberapa kekejaman tentara Amerika di Afganistan, Irak, juga komunikasi diplomatik yang bersubstansi kecurangan politik lainnya.

Walaupun sudah diblokir, akan tetapi sampai saat ini muncul banyak situs replikasi yang jumlahnya hingga 500 situs. Pihak berwenang Amerika berargumentasi bahwa Wikileaks bukan merupakan suatu karya genius melainkan hanya keahlian hacking kepada dokumen-dokumen yang bersubstansi politik dan menganggapnya sebagai tindakan illegal bahkan penuduhan kepada terorisme.

Freedom Jurnalistik memang bukan kebebasan informasi. Freedom Jurnalistik adalah penyajian informasi yang bertanggung jawab untuk mengungkapkan kebenaran. Informasi yang tidak berdasarkan kebenaran harusnya tidak diungkapkan. Bedanya kita dengan Amerika. Di Amerika, informasinya tersembunyi sehingga secara tidak sadar para jurnalis profesional di giring untuk menjadi stenografi pemerintah. Sementara di negara kita informasi yang beredar banyak yang ngawur sehingga dinamakan kebebabasan pers yang kebablasan bukan kebenaran informasi.

Jika saya lihat dari sisi keamanan informasi, sebuah negara barat (AS) yang kita kenal mempunyai infrastruktur teknologi informasi terbaik dibanding negara lain, ternyata masih bisa diintip oleh orang lain. Hal ini berarti sistem keamanan informasi yang dipasang masih sangat lemah. Dalam kenyataannya tidak hanya satu informasi yang berhasil dipublikasikan dan dibaca oleh seluruh dunia. Sudah seharusnya pemerintah AS segera tanggap dalam menghadapi masalah ini, entah itu dalam kebijakan, perbaikan infrastruktur, atau kepercayaan kepada sumber daya manusia yang ada.

Kebebasan jurnalistik (freedom of speech) untuk menyebarkan informasi berdasar kebenaran/fakta tampaknya dimanfaatkan oleh Julian Assange untuk menyebarkan banyak dokumen rahasia melalui situsnya, meskipun dokumen tersebut sifatnya illegal. Banyak yang menyayangkan hal tersebut terjadi, tetapi entah sengaja atau tidak sengaja dalam waktu yang bersamaan ia telah mempermalukan etika jurnalistik di sebuah negara yang menganut sistem demokrasi. Sudah seharusnya kebebasan jurnalistik harus didukung oleh sistem keamanan informasi yang handal, mengingat sudah jelas bahwa aturan atau undang-undang yang mengatur sistem jurnalistik di sebuah negara telah ditegakkan.

Jelas bahwa tindakan ini merupakan tindakan yang mungkin melanggar etika jurnalistik di AS. Untuk ke depannya diharapkan pemerintah AS bisa memberikan dan menegakkan hukum dengan tidak hanya berdasar pada bagaimana ia melanggar kegiatan tersebut, tetapi juga kelemahan sistem informasi yang menyebabkan dokumen-dokumen tersebut dapat dengan mudah diperoleh. Sehingga pada saatnya nanti, kasus ini bisa menjadi cermin bagi setiap orang, bahkan untuk contoh instansi/pemerintah di suatu negara bahwa sekecil apapun informasi, baik yang sifatnya rahasia maupun tidak rahasia adalah penting untuk dijaga dan diamankan. Berbagai usaha untuk melindungi kelemahan-kelemahan yang ada akan selalu ditingkatkan (upgrade) ketika ditemukan celah yang mungkin bisa dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

 

Referensi :

Ø http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2010/12/11/demokrasi-wikileaks/

Ø http://politik.kompasiana.com/2010/11/30/wikileaks-menyemai-angin-as-diterjang-badai/

Ø http://politik.kompasiana.com/2010/12/02/wikileaks-dan-etika-jurnalistik/

Ø http://politik.kompasiana.com/2010/12/03/wikileaks-vs-amerika/

Ø http://unik.kompasiana.com/2010/12/09/kebebasan-jurnalistik-bukan-kebebasan-informasi-kasus-wikileaks/

 

Source gambar : http://www.tdwclub.com/wp-content/uploads/2010/12/wikileaks.jpg

0 comments: