Kondisi pendidikan di Indonesia yang masih kurang merata, menyebabkan pola pikir masyarakat Indonesia untuk memahami kaidah teknologi informasi itu sendiri dinilai masih sangat kurang. Mungkin bagi mereka yang pernah mengenyam jenjang pendidikan hingga tingkat Sekolah Menengah Atas pada kurun waktu sepuluh tahun terakhir, masih dapat memahami seperti apa kehidupan di era informasi seperti sekarang ini.
Beruntung bagi para guru kita yang kebetulan mengambil bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi, yang sudah menjadi mata pencaharian mereka sehari-hari. Konsep pemahaman atas prototype-prototype teknologi informasi tentu melekat erat dalam pikiran mereka. Meskipun ada yang sudah paham, tetapi tetap saja masih terdapat perbedaan cara pandang antara mereka yang hidup di kota besar dengan segala infrastrukturnya dan mereka yang hidup di kota kecil/perbatasan/pinggiran yang masih minim, bahkan tanpa infrastruktur.
Di lain sisi, jika dijabarkan lebih luas lagi, maka sebenarnya ada tiga golongan masyarakat Indonesia dalam konsep masyarakat informasi hingga saat ini. Mereka adalah golongan masyarakat melek teknologi informasi, golongan masyarakat informasi menengah, dan golongan masyarakat gagap teknologi.
Masyarakat melek teknologi informasi adalah masyarakat yang dapat dikatakan sudah siap untuk menuju masyarakat informasi dalam arti yang sebenarnya. Mereka adalah orang-orang yang mampu memanfaatkan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi secara maksimal. Secara tidak langsung, pengetahuan mereka tentang dunia teknologi informasi juga sudah baik. Masyarakat golongan ini biasanya terdiri dari orang-orang yang memiliki komputer/laptop sekaligus media elektronik pendukung lainnya, mampu menggunakan internet dengan baik, atau para pakar dan tenaga pendidik di bidang teknologi informasi. Biasanya mereka tinggal di kota-kota besar atau hidup di antara orang yang sama-sama melek teknologi.
Masyarakat informasi menengah adalah golongan masyarakat yang sudah mengenal teknologi informasi dan komunikasi, tetapi belum mampu memanfaatkannya secara maksimal. Mereka adalah orang-orang yang baik secara langsung maupun tidak langsung terkena imbas oleh masyarakat melek teknologi, entah karena pergaulan atau hanya sekedar ikut-ikutan. Biasanya terdiri dari orang-orang yang telah memiliki perangkat telepon genggam (mobile phone) sendiri yang kaya fitur sehingga mereka dapat leluasa menggunakan fasilitas tersebut. Meskipun beberapa golongan ini sudah mengenal internet, tetapi mereka hanya menggunakan fasilitas yang sederhana, murah, dan meriah seperti warnet (warung internet), untuk sekedar menjelajahi berbagai situs yang sedang marak di pasaran secara umum.
Masyarakat gagap teknologi merupakan golongan masyarakat yang sangat tidak siap untuk menjadi masyarakat informasi. Mereka sama sekali tidak paham kaidah teknologi informasi secara umum. Entah itu masih buta dalam menggunakan fasilitas yang ada, infrastruktur yang belum memadai, hingga minimnya pengetahuan yang dikuasai mengenai teknologi informasi dan komunikasi. Mereka mungkin tidak terlalu asing dengan televisi, radio, dan perangkat elektronik sederhana lain. Golongan masyarakat ini merupakan golongan yang jumlahnya paling banyak daripada dua golongan lain. Golongan ini seringkali menjadi korban kesenjangan digital, jauh dari peradaban masyarakat informasi yang jumlahnya lebih sedikit.
Memang bukan pekerjaan mudah untuk mengenalkan teknologi komunikasi ke pedesaan dan daerah tertinggal di seluruh pelosok tanah air. Apalagi, kini baru tujuh persen dari sekitar 210 juta masyarakat Indonesia yang sadar teknologi. Itu saja terdiri dari pengguna komunikasi dari komputer biasa dan handphone, belum ada penggunaan internet. Angka ini sangat jauh dari negara maju lainnya, seperti Jepang dan China, yang sudah menjadi negara produsen, tak hanya pengguna.
Pendidikan memang penting, tetapi jika tidak diimbangi dengan praktek kebiasaan dan kesadaran manusia itu sendiri, maka program menuju masyarakat informasi tidak akan berjalan secara berkesinambungan. Tidak mudah membujuk orang tua kita yang sudah berusia berpuluh-puluh tahun hidup tanpa teknologi digital dipaksa untuk memahami teknologi yang baru muncul di awal milenium ketiga ini.
Pola pikir masyarakat yang masih beranggapan bahwa teknologi modern hanya dimanfaatkan untuk bidang-bidang yang sifatnya administratif/perkantoran seharusnya disudahi. Pada kenyataannya, penggunaan teknologi informasi jika benar-benar ingin diterapkan, tidak hanya terbatas pada hal tersebut. Ada banyak sekali jenis lapangan pekerjaan di daerah pedesaan yang sangat mungkin ditunjang dengan keberadaan teknologi informasi. Misalnya penyediaan aplikasi jual beli sederhana untuk menghitung penjualan sumber daya alam, kemudahan pencarian lapangan kerja bagi mereka yang membutuhkan, hingga kemudahan pemerintah desa untuk mengelola administrasi penduduk.
Memicu orang di pedesaan sadar teknologi, salah satu caranya harus membuat mereka tertarik dan ”iri hati”. Misalnya dengan menampilkan tayangan dan cerita visual tukang sayur di Jakarta yang telah bertransaksi dengan SMS, atau banyak perajin yang langsung bertransaksi dengan internet untuk mengekspor barang langsung ke luar negeri. Dengan demikian, ketika kesadaran warga sudah muncul, maka masyarakat akan langsung menindaklanjuti dengan fasilitas pendukung.
Source gambar : http://evcoafrica.org/welcome/wp-content/uploads/2009/07/bridging-the-digital-divide.jpg
0 comments:
Posting Komentar