Pernahkah Anda membayangkan tentang bagaimana sebuah mesin pencari (Search Engine) sekelas Google dibuat oleh duo Larry Page dan Sergey Brin? Pernahkah Anda kesulitan untuk mendownload music kesayangan Anda yang paling baru melalui internet? Pernahkah Anda membayangkan bahwa semua itu dibuat untuk memberikan kemudahan dan keleluasaan bagi penggunanya? Atau pernahkah Anda membayangkan mengapa mereka melakukan itu semua? Tentu semua itu karena kecerdasan dan kreatifitas manusia dalam menciptakan sesuatu yang berguna bagi orang banyak dan juga menciptakan sesuatu yang kebanyakan orang mengatakan mustahil, tetapi ternyata itu semua dapat terjadi.
Mungkin diantara kita sering mendengar kalau semua hal yang diciptakan oleh seseorang mempunyai hak cipta. Misalnya saja yang sering kita temui yaitu peredaran media digital music MP3, yang sekarang ini sudah sulit sekali dilepaskan dari dunia maya. Seakan hal tersebut adalah hal yang dipaksa untuk dilegalkan, karena di tengah-tengah industry music yang sedang dibanjiri musisi-musisi pendatang baru, terutama di Indonesia, penjualan media fisik malah kian merosot tajam. Para pelaku industri seakan pasrah akan hal itu, karena upaya nyata yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait dengan perlindungan hak cipta positif nonsens.
Justru royalty terbesar pelaku industry diperoleh dari penjualan media yang berbasis digital, sebut saja ring back tone, yang sudah menjadi tambang emas baru yang cukup menggiurkan. Penjualan dalam bentuk fisik sesekali berpengaruh ketika seorang musisi/kelompok music sedang digandrungi banyak penggemar yang mengharuskan mereka membeli format aslinya untuk memperoleh kepuasan secara materi. Untuk musisi pendatang baru, maaf sekali, jika lagu Anda hanya sebuah one hits single, mungkin pendengar Anda lebih suka mencari file tersebut browsing di Internet dan setelah itu mendownload file digital yang diinginkannya secara gratis tanpa dipungut biaya sepeser pun. Inilah realita yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Meskipun hal itu salah, tetapi tetap saja itu bukan kesalahan mereka, karena pada dasarnya mereka hanya mengambil apa yang sudah ada dan sengaja disediakan untuk diambil secara cuma-cuma.
Bagaimana dengan sang first uploader? Jika mereka salah mungkin bisa dibenarkan, tetapi itu bukanlah hal yang etis, karena saya yakin mereka tidak bermaksud untuk merugikan industryimusik, justru mereka ingin berbagi dan menunjukkan apa yang mereka miliki dapat dinikmati dan dikenal oleh banyak orang. Bukankah ini suatu keuntungan juga buat pelaku industry, terutama dalam hal promosi. Memang promosi black market seperti ini tidak menjamin bahwa cara tersebut akan menaikkan penjualan media fisik yang signifikan. Minimal apa yang sedang dipromosikan dikenal produknya dan diterima dengan baik oleh para pendengar.
Lalu bagaimanakah dengan hak cipta musisi tersebut? Saya sendiri juga masih bingung kenapa ada hak cipta, bukan hak pencipta. Jika dilihat dari makna kata “hak cipta” sekilas akan menunjukkan bahwa semua pencipta akan diatur dengan hak cipta, yang isinya barangsiapa melanggar ketentuan yang tertulis dalam hak cipta itu sendiri akan dikenai sanksi, meskipun si pencipta mengijinkan apabila hasil karya cipta mereka dapat diperoleh atau di-edit secara bebas. Hak cipta tak lebih dari sebuah formalitas belaka, agar karya mereka terlihat besar dan dihargai oleh semua orang.
Bagaimana jika ada “Hak Pencipta”? Bukankah ini sesuatu yang lebih tepat digunakan untuk membatasi hak cipta sebuah karya? Jika kita telaah dan apa yang saya tangkap di sini, hak pencipta merupakan sesuatu hak yang ditentukan oleh si pencipta itu sendiri, apakah mereka akan membatasi karyanya dengan aturan yang ada secara totalitas atau mereka akan menentukan sendiri aturan mainnya. Ini adalah sesuatu yang unik, karena nantinya akan terjadi persaingan antara pencipta yang menggunakan hak cipta dengan yang menentukan sendiri aturan mainnya. Di beberapa pihak, pencipta yang menentukan aturan mainnya secara sendiri tanpa hak cipta, mungkin akan lebih diminati banyak pemakai/konsumen, atau mungkin saja tidak dikarenakan produk mereka adalah “murahan” dan tidak berkelas.
Coba kita lihat saja fenomena open source yang kini tengah digembar-gemborkan di antara maraknya aksi pembajakan software besar-besaran. Bahkan kita semakin dimudahkan untuk mencari software yanbg sekalipun berbayar tetap dapat kita temui di berbagai took software bajakan, bahkan di beberapa kota sudah ada yang namanya tempat persewaan segala jenis software. Unik bukan? Asal diketahui bisnis tersebut semakin hari tak pernah sepi oleh pengunjung, karena layaknya penjual mp3 bajakan, software-software tersebut selalu diperbaharui setiap saat oleh empunya, yang notabene mereka tak jarang mendapatkannya dari hasil download cuma-cuma di Internet kemudian disimpan ke dalam sebuah keeping cd/dvd berlabel yang mirip dengan aslinya.
Bisnis open source berkembang ketika pertama kali Google diluncurkan ke dunia maya. Mereka hadir dengan segala sesuau yang gratis, tanpa dipungut biaya, dalam bentuk full version sekalipun. Proyek-proyek mereka selanjutnya juga semakin menggila dengan hal-hal yang mereka bisa lakukan dengan cara yang terbaik, gratis, dan mudah digunakan. Mereka melakukan ini semua bukannya tidak mengharapkan keuntungan, tetapi mereka menggunakan sebuah strategi kepopuleran. Artinya mereka akan senang dihargai orang banyak karena kepopulerannya, misalnya mereka berhasil menjadi yang terbaik dari produk-produk sejenis dari perusahaan lain dengan kehandalan mereka, salah satunya kecepatan dan keakuratan dalam melakukan pencarian.
Ini adalah sebuah strategi yang brilian bagi saya, karena saya melihat ada dua keuntungan yang diperoleh di sana, bahkan bisa lebih dan tak terhingga. Sebagai buktinya, mereka kini mendapatkan keuntungan berlebih dari hasil pemasangan saham dan iklan-iklan berkelas dunia yang dipajang dalam proyek mereka. Kedua mereka mendapatkan kepercayaan yang tak terhingga dari jutaan penggunanya karena mampu lebih baik dari produk perusahaan lainnya yang sejenis. Inilah kunci mereka yang hingga saat ini masih berdiri tegak di kancah perbisnisan kelas dunia.
Barangkali kita sudah sering melihat banyak sekali bermunculan sistem operasi yang beredar berbasis open source saat ini, sebut saja kepopuleran Ubuntu dan Linux dengan berbagai macam variannya. Inilah bukti bahwa bisnis open source bukanlah bisnis yang sia-sia. Di lain sisi, hak cipta tidak dipermasalahkan, justru pihak pengembang mengajak penggunanya untuk ikut mengembangkan produk mereka agar semakin baik, kompleks, dan tak tertandingi. Dengan demikian, seiring berjalannya waktu, produk tersebut akan selalu diperbaharui dengan inovasi-inovasi terbaru, dan yang paling penting tingkat kepercayaan pengguna terhadap produk tersebut akan semakin meningkat. Sebagai akibatnya suatu saat nanti bisnis produk digital yang berbayar akan ditendang oleh bisnis berbau open source. Dengan kata lain pengambilan (download) semua produk digital akan dilegalkan tanpa berhubungan dengan hak cipta secara langsung. Akan tetapi, esensi penghargaan akan hak cipta haruslah tetap ada.
Memang semua orang yang ada di dunia ini akan bangga jika karyanya dihargai karena kehebatannya, bukan karena hanya karya tersebut disukai oleh banyak orang begitu saja. Salah satu hal yang mungkin disayangkan para pelaku industri dari konsumennya yaitu kurangnya kesadaran mereka dalam menghargai sebuah karya cipta. Sungguh hal yang tidak seharusnya terjadi dalam sebuah negara yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Menurut saya, kita boleh membajak suatu karya, tetapi tentu kita akan menemukan sebuah karya yang hebat dari apa yang sudah kita miliki yang harus kita hargai dengan membeli produk aslinya. Karena tentu yang menjadi masalah selanjutnya adalah apakah semua orang dapat membeli produk aslinya dengan harga yang mahal? Jawabannya adalah tidak, semua orang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.
Sejujurnya saja jika saya ditanya apakah saya mempunyai produk bajakan? Jawabannya selalu ya, bahkan apa yang saya punya mungkin lebih banyak dari Anda. Akan tetapi, satu hal yang tidak akan saya tinggalkan adalah dengan membeli produk asli sesuatu yang sangat saya hargai akan kehebatan dan kecintaan saya pada produk tersebut.
Mungkin diantara kita sering mendengar kalau semua hal yang diciptakan oleh seseorang mempunyai hak cipta. Misalnya saja yang sering kita temui yaitu peredaran media digital music MP3, yang sekarang ini sudah sulit sekali dilepaskan dari dunia maya. Seakan hal tersebut adalah hal yang dipaksa untuk dilegalkan, karena di tengah-tengah industry music yang sedang dibanjiri musisi-musisi pendatang baru, terutama di Indonesia, penjualan media fisik malah kian merosot tajam. Para pelaku industri seakan pasrah akan hal itu, karena upaya nyata yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait dengan perlindungan hak cipta positif nonsens.
Justru royalty terbesar pelaku industry diperoleh dari penjualan media yang berbasis digital, sebut saja ring back tone, yang sudah menjadi tambang emas baru yang cukup menggiurkan. Penjualan dalam bentuk fisik sesekali berpengaruh ketika seorang musisi/kelompok music sedang digandrungi banyak penggemar yang mengharuskan mereka membeli format aslinya untuk memperoleh kepuasan secara materi. Untuk musisi pendatang baru, maaf sekali, jika lagu Anda hanya sebuah one hits single, mungkin pendengar Anda lebih suka mencari file tersebut browsing di Internet dan setelah itu mendownload file digital yang diinginkannya secara gratis tanpa dipungut biaya sepeser pun. Inilah realita yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Meskipun hal itu salah, tetapi tetap saja itu bukan kesalahan mereka, karena pada dasarnya mereka hanya mengambil apa yang sudah ada dan sengaja disediakan untuk diambil secara cuma-cuma.
Bagaimana dengan sang first uploader? Jika mereka salah mungkin bisa dibenarkan, tetapi itu bukanlah hal yang etis, karena saya yakin mereka tidak bermaksud untuk merugikan industryimusik, justru mereka ingin berbagi dan menunjukkan apa yang mereka miliki dapat dinikmati dan dikenal oleh banyak orang. Bukankah ini suatu keuntungan juga buat pelaku industry, terutama dalam hal promosi. Memang promosi black market seperti ini tidak menjamin bahwa cara tersebut akan menaikkan penjualan media fisik yang signifikan. Minimal apa yang sedang dipromosikan dikenal produknya dan diterima dengan baik oleh para pendengar.
Lalu bagaimanakah dengan hak cipta musisi tersebut? Saya sendiri juga masih bingung kenapa ada hak cipta, bukan hak pencipta. Jika dilihat dari makna kata “hak cipta” sekilas akan menunjukkan bahwa semua pencipta akan diatur dengan hak cipta, yang isinya barangsiapa melanggar ketentuan yang tertulis dalam hak cipta itu sendiri akan dikenai sanksi, meskipun si pencipta mengijinkan apabila hasil karya cipta mereka dapat diperoleh atau di-edit secara bebas. Hak cipta tak lebih dari sebuah formalitas belaka, agar karya mereka terlihat besar dan dihargai oleh semua orang.
Bagaimana jika ada “Hak Pencipta”? Bukankah ini sesuatu yang lebih tepat digunakan untuk membatasi hak cipta sebuah karya? Jika kita telaah dan apa yang saya tangkap di sini, hak pencipta merupakan sesuatu hak yang ditentukan oleh si pencipta itu sendiri, apakah mereka akan membatasi karyanya dengan aturan yang ada secara totalitas atau mereka akan menentukan sendiri aturan mainnya. Ini adalah sesuatu yang unik, karena nantinya akan terjadi persaingan antara pencipta yang menggunakan hak cipta dengan yang menentukan sendiri aturan mainnya. Di beberapa pihak, pencipta yang menentukan aturan mainnya secara sendiri tanpa hak cipta, mungkin akan lebih diminati banyak pemakai/konsumen, atau mungkin saja tidak dikarenakan produk mereka adalah “murahan” dan tidak berkelas.
Coba kita lihat saja fenomena open source yang kini tengah digembar-gemborkan di antara maraknya aksi pembajakan software besar-besaran. Bahkan kita semakin dimudahkan untuk mencari software yanbg sekalipun berbayar tetap dapat kita temui di berbagai took software bajakan, bahkan di beberapa kota sudah ada yang namanya tempat persewaan segala jenis software. Unik bukan? Asal diketahui bisnis tersebut semakin hari tak pernah sepi oleh pengunjung, karena layaknya penjual mp3 bajakan, software-software tersebut selalu diperbaharui setiap saat oleh empunya, yang notabene mereka tak jarang mendapatkannya dari hasil download cuma-cuma di Internet kemudian disimpan ke dalam sebuah keeping cd/dvd berlabel yang mirip dengan aslinya.
Bisnis open source berkembang ketika pertama kali Google diluncurkan ke dunia maya. Mereka hadir dengan segala sesuau yang gratis, tanpa dipungut biaya, dalam bentuk full version sekalipun. Proyek-proyek mereka selanjutnya juga semakin menggila dengan hal-hal yang mereka bisa lakukan dengan cara yang terbaik, gratis, dan mudah digunakan. Mereka melakukan ini semua bukannya tidak mengharapkan keuntungan, tetapi mereka menggunakan sebuah strategi kepopuleran. Artinya mereka akan senang dihargai orang banyak karena kepopulerannya, misalnya mereka berhasil menjadi yang terbaik dari produk-produk sejenis dari perusahaan lain dengan kehandalan mereka, salah satunya kecepatan dan keakuratan dalam melakukan pencarian.
Ini adalah sebuah strategi yang brilian bagi saya, karena saya melihat ada dua keuntungan yang diperoleh di sana, bahkan bisa lebih dan tak terhingga. Sebagai buktinya, mereka kini mendapatkan keuntungan berlebih dari hasil pemasangan saham dan iklan-iklan berkelas dunia yang dipajang dalam proyek mereka. Kedua mereka mendapatkan kepercayaan yang tak terhingga dari jutaan penggunanya karena mampu lebih baik dari produk perusahaan lainnya yang sejenis. Inilah kunci mereka yang hingga saat ini masih berdiri tegak di kancah perbisnisan kelas dunia.
Barangkali kita sudah sering melihat banyak sekali bermunculan sistem operasi yang beredar berbasis open source saat ini, sebut saja kepopuleran Ubuntu dan Linux dengan berbagai macam variannya. Inilah bukti bahwa bisnis open source bukanlah bisnis yang sia-sia. Di lain sisi, hak cipta tidak dipermasalahkan, justru pihak pengembang mengajak penggunanya untuk ikut mengembangkan produk mereka agar semakin baik, kompleks, dan tak tertandingi. Dengan demikian, seiring berjalannya waktu, produk tersebut akan selalu diperbaharui dengan inovasi-inovasi terbaru, dan yang paling penting tingkat kepercayaan pengguna terhadap produk tersebut akan semakin meningkat. Sebagai akibatnya suatu saat nanti bisnis produk digital yang berbayar akan ditendang oleh bisnis berbau open source. Dengan kata lain pengambilan (download) semua produk digital akan dilegalkan tanpa berhubungan dengan hak cipta secara langsung. Akan tetapi, esensi penghargaan akan hak cipta haruslah tetap ada.
Memang semua orang yang ada di dunia ini akan bangga jika karyanya dihargai karena kehebatannya, bukan karena hanya karya tersebut disukai oleh banyak orang begitu saja. Salah satu hal yang mungkin disayangkan para pelaku industri dari konsumennya yaitu kurangnya kesadaran mereka dalam menghargai sebuah karya cipta. Sungguh hal yang tidak seharusnya terjadi dalam sebuah negara yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Menurut saya, kita boleh membajak suatu karya, tetapi tentu kita akan menemukan sebuah karya yang hebat dari apa yang sudah kita miliki yang harus kita hargai dengan membeli produk aslinya. Karena tentu yang menjadi masalah selanjutnya adalah apakah semua orang dapat membeli produk aslinya dengan harga yang mahal? Jawabannya adalah tidak, semua orang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.
Sejujurnya saja jika saya ditanya apakah saya mempunyai produk bajakan? Jawabannya selalu ya, bahkan apa yang saya punya mungkin lebih banyak dari Anda. Akan tetapi, satu hal yang tidak akan saya tinggalkan adalah dengan membeli produk asli sesuatu yang sangat saya hargai akan kehebatan dan kecintaan saya pada produk tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar