Tidak bisa disangkal lagi apabila sebagian besar mahasiswa-mahasiswa Indonesia adalah orang-orang yang melek akan teknologi. Jika ada beberapa diantara mereka yang belum begitu paham mengenai kaidah teknologi informasi, maka sudah dipastikan mereka adalah kelompok yang kurang beruntung. Jenjang pendidikan tinggi sudah seharusnya dimanfaatkan untuk mengenal lebih dalam perkembangan teknologi informasi sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pembelajaran yang efektif di masa sekarang ini.
Mahasiswa-mahasiswa yang cerdas dan aktif adalah calon jati diri bangsa Indonesia. Mereka adalah kelompok yang dekat dengan masyarakat, mereka berjuang membela rakyat, dan mempunyai banyak ide kritis yang siap ditunjukkan di segala penjuru dalam berbagai bidang.
Pemanfaatan teknologi informasi dan telekomunikasi dalam membantu proses administrasi yang sifatnya darurat tidak luput dari peran mahasiswa. Beberapa waktu yang lalu, ketika Indonesia ditimpa berbagai musibah bencana alam, banyak mahasiswa dengan sukarela dan cepat tanggap membantu proses pendataan korban, pengungsi, hingga distribusi bantuan. Semuanya dilakukan secara cepat dengan bantuan infrastruktur teknologi informasi dan telekomunikasi yang ada. Ini lebih baik dari beberapa tahun yang lalu ketika teknologi seperti telepon dan internet masih belum berkuasa. Mahasiswa sebagai orang yang terdidik terbukti bisa menjadi rival yang baik untuk membantu kinerja pemerintah dan media massa.
Pihak universitas yang kental akan berbagai macam kegiatan riset dan penelitian, harus secara aktif mendorong mahasiswanya untuk berkarya menghasilkan ide-ide baru yang dapat memajukan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia. Universitas merupakan fasilitator dan media pendukung yang terbaik bagi mahasiswanya yang kesulitan mewujudkan inovasi dan pemikirannya yang terkadang membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit.
Peran mahasiswa untuk mendukung pemerintah dalam mewujudkan masyarakat informasi di tahun 2025 tidaklah mustahil jika dicanangkan sejak sekarang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dan dapat direalisasikan secara berkelanjutan yaitu melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang mengangkat jargon Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat, yang diadakan setiap semester di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Tidak ada salahnya apabila pihak universitas dan pemerintah bekerja sama untuk membentuk tema khusus yang berkaitan dengan pengenalan teknologi informasi di masyarakat, sedangkan mahasiswa bertindak sebagai pelakunya.
Beberapa waktu yang lalu, pengalaman penulis yang pernah mengikuti program KKN PPM, sempat merasakan dampak yang luar biasa. Kegiatan tersebut kebetulan mengangkat tema pokok teknologi informasi. Salah satu kegiatan utama yang diadakan yaitu pengenalan dan pelatihan komputer kepada masyarakat dan pamong desa di Desa Argomulyo, Cangkringan, Sleman. Daerah tersebut dapat dikatakan termasuk daerah yang sudah merupakan perpaduan antara pedesaan dan perkotaan, dimana masyarakatnya sudah cukup mengenal dunia teknologi informasi.
Dari hasil pengamatan di lapangan, antusiasme masyarakat ketika mengikuti kegiatan tersebut sangatlah tinggi, dengan peserta yang sebagian besar adalah remaja kawula muda. Lain halnya dengan pelatihan yang dilakukan untuk pamong desa yang rata-rata berusia di atas empat puluh tahun, antusiasme mereka untuk belajar komputer sangat rendah. Melihat kenyataan tersebut, ternyata faktor usia masyarakat yang hidup di era informasi juga harus diperhatikan untuk memudahkan akselarasi kemajuan teknologi informasi di tahap selanjutnya. Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa kegiatan semacam ini sangat membantu dalam sosialisasi program masyarakat informasi yang digalakkan pemerintah.
Langkah konkrit yang dapat dilakukan oleh seorang mahasiswa untuk mengatasi kesenjangan tersebut, secara umum dapat dilakukan dengan berbagai tahap dan metode. Pertama, diawali dengan sosialisasi dan pengenalan yang mendasar tentang pentingnya masyarakat informasi agar dapat bersaing dengan dunia global. Kedua, perlunya pelatihan dan pembelajaran secara bertahap sesuai dengan kemampuan sumber daya dan prasarana yang dimiliki masyarakat. Ketiga, menanamkan pola pikir masyarakat akan pentingnya media informasi untuk meningkatkan produktivitas kerja di berbagai aspek kehidupan.
Dengan demikian, sudah saatnya peran mahasiswa dibantu oleh pemerintah dan masyarakat digerakkan di berbagai pendidikan tinggi Indonesia untuk menghadapi masalah kesenjangan digital yang terlalu renggang, sehingga kelak mimpi Indonesia mewujudkan masyarakat informasi benar-benar bisa dirasakan setiap lapisan masyarakat di mana pun mereka tinggal.
Source gambar : http://static.howstuffworks.com/gif/information-technology-25.jpg
Referensi
[1] Istiyanto Ph.D., Jazy Eko. Mempersempit Kesenjangan Digital. Majalah e-Indonesia, Volume I, No. 9, Februari 2006.
[2] Organization for Economic Co-Operation and Development, OECD 2001. Understanding the
Digital Divide. OECD Publication, Paris.
[3] Sekarniningsih, Titin. Desain Mobile Community Access Point (M-CAP), Mobile Internet, Depkominfo : Digital Divide atau Kesenjangan Digital di Indonesia. Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
[4] http://www.depkominfo.go.id
[6] http://www.detikinet.com/read/2010/12/12/113456/1522601/328/tifatul-resmikan-14-desa-informasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar