Senin, 18 Januari 2010

Online Escrow


Tidak sedikit manusia yang menghalalkan segala cara untuk meraih apa yang mereka inginkan. Ketidakjujuran adalah salah satunya. Politikus melalaikan janji-janji kampanye mereka. Aparat penegak hokum merekayasa kasus. Pedagang mengurangi timbangannya. Pacar atau pasangan berselingkuh. Online marketer menutupi informasi produk yang ditawarkannya. Dan masih banyak lagi contoh-contoh dari sifat dan sikap buruk yang ada pada manusia-manusia pragmatis ini. 

Untuk menangkal atau minimal mengurangi efek buruk dari ketidakjujuran ini, dibuatlah suatu system pengawasan. Kita mengenal kontrak politik, sebuah surat pernyataan yang ditandatangani oleh politikus untuk mendapatkan dukungan dari konstituennya. Dalam dunia professional, dibuatlah badan pengawasan atau dewan kode etik untuk mengontrol para pelaku profesi agar tetap berada di rel yang benar.  


Di dunia nyata, keberadaan badan pengawas ini cukup efektif dalam meminimalisasi kerugian yang ditimbulkan dari aksi ketidakjujuran. Namun, bagaimana memerangi aksi yang sama di dunia maya, khususnya dalam transaksi online? Peluang untuk berlaku tidak jujur dalam transaksi online pun lebih besar, mulai dari ketiadaan tatap muka antar penjual dan pembeli, anonimitas keduanya, hingga account palsu yang mungkin mereka gunakan. 

Solusi seperti apakah yag bisa ditawarkan untuk menjaga kejujuran para pelaku transaksi online? Apa urgensi keberadaan solusi tersebut? Adakah konsep pengawasan di dunia nyata yang bisa ditransformasikan ke dalam dunia maya? Mari kita lihat peta persoalan transaksi online di dunia maya, membandingkannya dengan solusi yang sudah ada di dunia nyata, serta menemukan cara yang paling tepat untuk mengadopsi solusi tersebut.
Peta Persoalan 
Akhir-akhir ini, antusiasme netter tanah air dalam bisnis online patut diacungi jempol. Lihat saja Multiply dan Facebook yang sedianya adalah layanan blog dan social networking berubah menjadi ajang memasarkan dagangan. Namun saying, antusiasme ini ternyata juga dimanfaatkan oleh orang-orang pragmatis yang ingin menangguk keuntungan dengan cara-cara yang tidak jujur. 

Tidak jarang kita membaca keluhan pedagang online yang mengeluh karena barang yang telah dikirimkannya belum dibayar. Atau sebaliknya, pembeli yang kadung mentransfer uang, termangu menunggu barang pesanannya yang tak kunjung datang. 

Bila dibiarkan berlarut-larut, masalah ketidakjujuran ini akan membunuh (atau paling tidak) menghambat pertumbuhan ekonomi ritel di dunia maya. Apalagi netter Tanah Air pernah memiliki catatan hitam untuk urusan kejujuran dalam transaksi online. Ingat kasus diblokirnya kartu kredit Indonesia beberapa waktu silam, akibat maraknya aksi carding oleh netter dalam negeri? 

Solusi Online Escrow   

Karakteristik transaksi online ini sebenarnya mirip dengan perdagangan antar Negara. Dimana penjual dan pembeli tidak bertemu secara langsung atau saling mengenal. Dalam proses perdagangan antarnegara, kita mengenal L/C (Letter of Credit). L/C dikeluarkan oleh bank yang ditunjuk importir sebagai jaminan bahwa mereka telah menyetor sejumlah uang yang dibutuhkan dalam sebuah transaksi. 

L/C dari bank importir ini dikirimkan ke bank yang ditunjuk eksportir, dan hanya bisa dicairkan bila proses jual beli telah selesai ( importir menerima barang sesuai dengan order/pesanan). Di sini, bank yang mengeluarkan L/C bertindak sebagai escrow (pihak penengah antara eksportir dan importir). Pada model pembayaran ini, tidak ada peluang untuk saling menipu antar eksportir dan importir. 

Model pembayaran di atas, dengan sedikit penyederhanaan, bisa diadopsi untuk mengakomodasi transaksi ritel online di dalam negeri yang kian marak akhir-akhir ini. Caranya, dibutuhkan suatu layanan escrow online terbuka yang menjadi penengah di antara penjual dan pembeli online. 

Setiap pelaku transaksi online (baik penjual maupun pembeli) memiliki account pada layanan escrow ini. Saat terjadi pemesanan barang, pembeli mentransfer sejumlah uang rekening escrow online (seperti halnya pada L/C), dan akan dicairkan ke rekening penjual apabila barang yang dipesan telah diterima dengan baik oleh pembeli. Sekian persen dari nilai transaksi (tergantung kesepakatan) akan dipotong sebagai biaya escrow. 

Layanan online escrow terbuka juga, berarti penjual dan pembeli tidak harus bertemu/bertransaksi di website mereka. Penjual boleh saja membuat website online shop sendiri, dan menempatkannya di mana saja. Pada layanan escrow ini, penjula dan pembeli dapat saling memberikan rating sebagai tingkat ukuran kepercayaan dalam transaksi online. 

Saat ini telah banyak layanan escrow online, baik di dalam maupun di luar negeri, namun masih tertutup untuk komunitas mereka sendiri. Contoh layanan escrow online ini bisa kita temukan di forum-forum komunitas seperti forum freelance job, layanan khusus lelang barang bekas, dan lain-lain.
Bila saja ada pihak yang ingin menangkap peluang untuk membangun layanan escrow online terbuka, yang siapa saja bisa memanfaatkan jasanya tanpa harus menjadi anggota komunitas, tentu akan sangat berarti bagi perkembangan bisnis ritel online di tanah air. Atau, Anda tertarik untuk menangkap peluang ini?



Sumber :
PC-Mild Edisi 26/2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar