Superman Is Dead, begitulah mereka menamakan band yang digawangi oleh Bobby Cool (Vocal/Guitar), Eka Rock (Bass), dan Jerinx (Drum). Band punk trio asal Pulau Dewata ini mulai dikenal lewat single “Kuta Rock City” pada tahun 2003 yang banyak diputar di berbagai stasiun radio di Indonesia. Tahun ini mereka merilis album studionya yang ke-4 yang diberi judul Angels and The Outsiders. Di album ini mereka masih menunjukkan benang merah mereka dalam bermusik, tetapi lebih dewasa dari sisi penulisan lirik, tidak terlalu liar seperti di album-album sebelumnya.
Dengan sentuhan irama punk rock yang mudah dicerna telinga, mereka akhirnya semakin dikenal oleh masyarakat Indonesia, meskipun tidak sebanyak band pop/melayu Indonesia lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan pemutaran dua single andalan mereka yang video klipnya cukup sering diputar di berbagai stasiun TV, Kuat Kita Bersinar dan Jika Kami Bersama. Akan tetapi, dua lagu tersebut bagi saya adalah bukan lagu yang banyak mencerminkan musik mereka sebenarnya. Penulisan lirik yang tidak bertemakan cinta, tetapi tentang persatuan dan kebersamaan dalam lagu tersebut, menjadi sesuatu yang bernilai lebih. Mereka telah membuktikan bahwa dengan bermusik, misi mereka untuk bersatu dalam perdamaian, menjadi manusia yang selalu berpikir positif, dan tetap menjadi diri sendiri, tersampaikan secara berapi-api dengan hentakan alat musik yang mereka mainkan.
Mungkin banyak diantara pendengar musik di Indonesia yang baru mendengar band sekelas Superman Is Dead, Akan tetapi, sebenarnya SID sudah mempunyai beberapa fan base yang tersebar di seluruh Indonesia, mereka menamakan diri sebagai outSIDer. Memang, SID terkesan sebagai band minoritas yang tidak begitu banyak pendengar. Mungkin banyak yang kurang suka dengan cara dandanan personil SID yang terlihat liar dan berandal. Namun, itulah mereka, itulah image mereka, dengan segenap misi dan perjuangan mereka yang tak satupun disamai oleh band manapun di Indonesia.
Di tengah-tengah gempuran band-band baru yang bermunculan, SID bisa menjadi alternatif dan panutan. Mengingat musik-musik hari ini yang cenderung memiliki aliran yang sama dan selalu bernafaskan cinta dan perselingkuhan. Hal yang terlalu monoton untuk dibicarakan. Bagaimana tidak, jika kita melihat lagu-lagu yang diciptakan oleh musisi luar negeri, banyak yang bersaing untuk menciptakan lagu sekreatif mungkin dengan tema yang begitu banyak variasinya. Tidak melulu disuguhi lagu cinta/Melayu nan menyedihkan, yang justru akan membuat pendengar mudah tenggelam dalam kesedihan. Sedangkan kita, Indonesia, yang bertahun-tahun dibenam dalam keterpurukan sudah saatnya dijejali dengan lagu-lagu yang penuh semangat. Bukan tidak mungkin suatu saat nanti budaya ‘sedih’ di negeri ini akan berangsur-angsur ‘bangkit’ dari keterpurukan dengan membawa segenggam semangat membara karena pengaruh musik keras.
Memang tidak ada yang melarang bahwa setiap musisi harus mempunyai aliran musik yang sejenis dan selalu bertemakan cinta. Akan tetapi, kita juga harus ingat bahwa untuk menjadi sesuatu yang lebih baik, kita harus membuat karya yang sekreatif mungkin, yang mencerminkan ciri khas mereka, serta tidak menjiplak sama persis karya-karya yang sudah ada lebih dulu. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa musik yang nadanya mirip disebut menjiplak. Tetapi bagaimana jika itu sebuah kebetulan yang tidak sengaja, yang tahu secara persis bagaimana sebuah lagu diciptakan adalah penciptanya sendiri.
Apresiasi SID dalam bermusik dan bergaul dengan lingkungannya patut diacungi jempol. Mereka juga dikenal sebagai band yang peduli dengan lingkungan, band yang peduli dengan ancaman Global Warming. Di daerah tempat tinggal mereka, Bali, mereka lebih suka menggunakan lowrider (sepeda) untuk bepergian ke tempat-tempat yang tidak terlalu jauh dari basecamp mereka atau sekedar untuk jalan-jalan. Ini dilakukan untuk misi mereka dalam mengurangi membumbungnya kandungan polusi udara di bumi ini. Mereka juga pernah mengajak para pengunjung pantai Kuta untuk membuang sampah pada tempatnya dengan menempelkan selebaran di berbagai sudut pantai Kuta atas nama SID. Selain itu, dalam Facebook fan base mereka, SID juga sering memberikan status yang banyak mengajak penggemarnya untuk selalu peduli lingkungan, misalnya pernyataan seperti “Don’t use a plastic bag!”, "Matikan listrik sebelum bepergian", dsb.
Perjuangan mereka masih belum berakhir sampai di situ. Langkah semu yang menanti di depan sana untuk selalu berkarya dan tetap menjadi diri sendiri masih membayangi. Jumlah penggemar SID yang tidak terlalu banyak tidak boleh menyurutkan idealisme mereka dalam bermusik, justru itulah yang membuat penggemarnya mau mengidolakan SID. Dukungan yang tinggi dari outSIDer di seluruh pelosok Indonesia, maupun dunia tentu masih tetap dibutuhkan, agar suatu saat nanti bisa mengharumkan budaya Indonesia di kesempatan lain. Harapan terakhir adalah semoga banyak musisi-musisi Indonesia lainnya yang bisa mengikuti jejak gemilang Superman Is Dead.
Salam outSIDer !!! Cheers…
Dengan sentuhan irama punk rock yang mudah dicerna telinga, mereka akhirnya semakin dikenal oleh masyarakat Indonesia, meskipun tidak sebanyak band pop/melayu Indonesia lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan pemutaran dua single andalan mereka yang video klipnya cukup sering diputar di berbagai stasiun TV, Kuat Kita Bersinar dan Jika Kami Bersama. Akan tetapi, dua lagu tersebut bagi saya adalah bukan lagu yang banyak mencerminkan musik mereka sebenarnya. Penulisan lirik yang tidak bertemakan cinta, tetapi tentang persatuan dan kebersamaan dalam lagu tersebut, menjadi sesuatu yang bernilai lebih. Mereka telah membuktikan bahwa dengan bermusik, misi mereka untuk bersatu dalam perdamaian, menjadi manusia yang selalu berpikir positif, dan tetap menjadi diri sendiri, tersampaikan secara berapi-api dengan hentakan alat musik yang mereka mainkan.
Mungkin banyak diantara pendengar musik di Indonesia yang baru mendengar band sekelas Superman Is Dead, Akan tetapi, sebenarnya SID sudah mempunyai beberapa fan base yang tersebar di seluruh Indonesia, mereka menamakan diri sebagai outSIDer. Memang, SID terkesan sebagai band minoritas yang tidak begitu banyak pendengar. Mungkin banyak yang kurang suka dengan cara dandanan personil SID yang terlihat liar dan berandal. Namun, itulah mereka, itulah image mereka, dengan segenap misi dan perjuangan mereka yang tak satupun disamai oleh band manapun di Indonesia.
Di tengah-tengah gempuran band-band baru yang bermunculan, SID bisa menjadi alternatif dan panutan. Mengingat musik-musik hari ini yang cenderung memiliki aliran yang sama dan selalu bernafaskan cinta dan perselingkuhan. Hal yang terlalu monoton untuk dibicarakan. Bagaimana tidak, jika kita melihat lagu-lagu yang diciptakan oleh musisi luar negeri, banyak yang bersaing untuk menciptakan lagu sekreatif mungkin dengan tema yang begitu banyak variasinya. Tidak melulu disuguhi lagu cinta/Melayu nan menyedihkan, yang justru akan membuat pendengar mudah tenggelam dalam kesedihan. Sedangkan kita, Indonesia, yang bertahun-tahun dibenam dalam keterpurukan sudah saatnya dijejali dengan lagu-lagu yang penuh semangat. Bukan tidak mungkin suatu saat nanti budaya ‘sedih’ di negeri ini akan berangsur-angsur ‘bangkit’ dari keterpurukan dengan membawa segenggam semangat membara karena pengaruh musik keras.
Memang tidak ada yang melarang bahwa setiap musisi harus mempunyai aliran musik yang sejenis dan selalu bertemakan cinta. Akan tetapi, kita juga harus ingat bahwa untuk menjadi sesuatu yang lebih baik, kita harus membuat karya yang sekreatif mungkin, yang mencerminkan ciri khas mereka, serta tidak menjiplak sama persis karya-karya yang sudah ada lebih dulu. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa musik yang nadanya mirip disebut menjiplak. Tetapi bagaimana jika itu sebuah kebetulan yang tidak sengaja, yang tahu secara persis bagaimana sebuah lagu diciptakan adalah penciptanya sendiri.
Apresiasi SID dalam bermusik dan bergaul dengan lingkungannya patut diacungi jempol. Mereka juga dikenal sebagai band yang peduli dengan lingkungan, band yang peduli dengan ancaman Global Warming. Di daerah tempat tinggal mereka, Bali, mereka lebih suka menggunakan lowrider (sepeda) untuk bepergian ke tempat-tempat yang tidak terlalu jauh dari basecamp mereka atau sekedar untuk jalan-jalan. Ini dilakukan untuk misi mereka dalam mengurangi membumbungnya kandungan polusi udara di bumi ini. Mereka juga pernah mengajak para pengunjung pantai Kuta untuk membuang sampah pada tempatnya dengan menempelkan selebaran di berbagai sudut pantai Kuta atas nama SID. Selain itu, dalam Facebook fan base mereka, SID juga sering memberikan status yang banyak mengajak penggemarnya untuk selalu peduli lingkungan, misalnya pernyataan seperti “Don’t use a plastic bag!”, "Matikan listrik sebelum bepergian", dsb.
Perjuangan mereka masih belum berakhir sampai di situ. Langkah semu yang menanti di depan sana untuk selalu berkarya dan tetap menjadi diri sendiri masih membayangi. Jumlah penggemar SID yang tidak terlalu banyak tidak boleh menyurutkan idealisme mereka dalam bermusik, justru itulah yang membuat penggemarnya mau mengidolakan SID. Dukungan yang tinggi dari outSIDer di seluruh pelosok Indonesia, maupun dunia tentu masih tetap dibutuhkan, agar suatu saat nanti bisa mengharumkan budaya Indonesia di kesempatan lain. Harapan terakhir adalah semoga banyak musisi-musisi Indonesia lainnya yang bisa mengikuti jejak gemilang Superman Is Dead.
Salam outSIDer !!! Cheers…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar